Kita Kurang Memiliki Daya Seleksi

  Kemajuan teknologi menjadikan dunia seperti hanya sebuah kampung kecil. Manusia, di mana pun berada, bisa saling terkoneksi. Budaya, gaya ...

 

Kemajuan teknologi menjadikan dunia seperti hanya sebuah kampung kecil. Manusia, di mana pun berada, bisa saling terkoneksi. Budaya, gaya hidup, tradisi, pengetahuan, paham dan pemikiran mereka pun bisa saling bertaut dan saling mempengaruhi, yang memberi dampak pada perilaku dan kepribadian mereka. Sebuah gaya hidup yang baru muncul di suatu negeri, misalnya, tiba-tiba bisa menjadi trend dan digandrungi oleh banyak masyarakat di seluruh dunia. Entah mereka tahu tujuan dan manfaatnya atau tidak.

Tidak ada masalah jika sesuatu itu adalah hal yang positif. Tetapi faktanya, banyak nilai-nilai luhur yang kemudian bergeser dan menjadi tersingkir dari kehidupan pergaulan kita oleh pengaruh teknologi yang mengglobal. Sementara, banyak orang di sekitar kita yang tidak memiliki daya seleksi dan pertahanan diri yang cukup, baik terhadap norma-norma agamanya sebagai Muslim, ataupun norma-norma leluhurnya sebagai bangsa Timur.

Di tengah masyarakat yang sedikit filter ini kita hidup. Dan di dalam lingkungan yang tak pandai menyeleksi ini kita berada. Namun, kita terus bertahan dan harus bertahan. Karena manusia yang kokoh itu adalah manusia yang memiliki daya tahan menahan arus dan mengerti mengendalikan badai untuk tetap berlayar. Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian menjadi orang yang suka mengekor orang lain. Kalian berkata, "Jika manusia menjadi baik, maka kami juga akan berbuat baik. Dan jika mereka berbuat zhalim, maka kami juga akan berbuat zhalim." Akan tetapi mantapkanlah hati kalian, jika manusia berbuat baik kalian juga berbuat baik, namun jika mereka berlaku buruk, janganlah kalian berbuat zhalim." (HR. Tirmidzi)

Sebagai komunitas yang besar, kita sebenarnya lebih pantas mengendalikan daripada dikendalikan. Kita lebih layak menentukan arah daripada menjadi pengekor. Tetapi karena kebanyakan kita tak memiliki daya, maka kita hanya bisa menjadi dedaunan yang bisa diterbangkan angin kemana saja, kita hanya bisa jadi buih yang dihempaskan ombak di mana saja.

Di tengah masyarakat yang tak punya daya seleksi, kemusliman kita tidak boleh berhenti. Kemusliman kita tidak boleh menjadi bias, yang tak memiliki bentuk jelas. Kemusliman kita tetap harus kokoh, memancar memberi perbedaan, melaju berlayar membelah lautan, berdiri kokoh seperti karang yang tak pernah goyah oleh hantaman ombak, mengibarkan panji Islam di tengah serbuan berbagai macam budaya, trend, dan pola pikir yang menyesatkan. Dengan berpegang teguh pada ajaran-Nya, semoga kita bisa terus melaju.[]